Sabtu, 02 Mei 2015

Kala Rasa Tidak Nyaman Itu Datang

Emosi dan perasaan memang terkadang naik turun. Ada bahagia, ada pula lara. Ada suka, ada pula rasa duka. Ada tenang, ada kalanya rasa tidak nyaman itu datang. Semuanya wajar. Karena itulah jiwa dalam menghadapi kehidupan.

Namun ketika respon terhadap emosi tersebut tidak diambil secara tepat, maka yang terjadi adalah hal yang buruk. Kebahagiaan yang direspon secara berlebihan dan diikuti dengan tindakan yang negatif (pesta pora, misalnya), yang terjadi adalah kerusakan. Duka lara yang direspon dengan rasa pesimis bisa berakibat hilangnya asa, yang terkadang membuat manusia hilang akal (bunuh diri, misalnya). Karena itulah ketika rasa itu datang, kita harus bisa mengenalinya, meresponnya, kemudian menyelesaikannya dengan tepat.

Kamis, 30 April 2015

#BeraniLebih Memaafkan untuk Kebahagiaan

Akhirnya, saya menemukan cara untuk merasa bahagia, yaitu dengan memaafkan. Bagi saya, memaafkan adalah memaklumi kesalahan, kekurangan, dan ketidaksempurnaan yang terkadang mengganggu perasaan.

Nah, dalam menjalani kehidupan, pernah dong menemui atau melakukan kesalahan, kekurangan, dan ketidak sempurnaan tersebut. Ketika hal-hal tersebut kita jumpai, yang kita rasakan pasti ketidaknyamanan dan pada akhirnya menyebabkan keresahan. Bila hal tersebut dibiarkan, yang terjadi adalah penumpukan rasa ketidaknyamanan. Pada akhirnya akan mengganggu kesehatan jiwa. Bila diibaratkan, ketidaknyamanan tersebut seperti debu yang menempel di kaca. Bila tidak dibersihkan, keberadaan debu tersebut akan menumpuk dan membuat kaca keruh dan menghalangi cahaya masuk. Saat itulah, jiwa yang tertutupi rasa ketidaknyamanan akan tertutup dan tidak jarang akan menyebabkan stres.

Saya tidak mau hal itu terjadi pada diri saya. Saya ingin bahagia dan saya memilih untuk bahagia. Karena itulah saya memilih untuk menghapus kesalahan, kekurangan, dan ketidaksempurnaan yang saya temui dengan #BeraniLebih  memaafkan.

Minggu, 26 April 2015

Sekolah (hanya) untuk Kerja?

14124947251379564058
Sumber gambar: http://moneymindedlearning.com/
Seorang kerabat sedang ‘ngrasani’ kerabat lainnya di depanku. Katanya, ‘Si A itu ngapain sekolah terus-terusan, sekolah tinggi-tinggi cuma ngabisin duit. Itu teman sekelasnya aja udah kerja. Gajinya udah 8 juta sebulan.’ Tanpa sadar, sang kerabat tersebut telah menyindir seorang manusia yang senang sekali dengan sekolah, manusia yang diajaknya ‘ngrasani’ kerabat lainnya. Manusia itu saya.

Ya, saya memang suka sekolah. Saya sekolah umur lima tahun. Umur 11 tahun saya lulus SD. Saya melanjutkan ke Mts dan aliyah, dengan sekolah di pesantren juga. Enam tahun saya belajar di pesantren. Setelah itu saya kuliah di Jakarta dan tinggal di asrama mahasiswa yang juga mirip pesantren. Di tahun akhir kuliah saya, saya mendaftar kuliah lagi dengan beasiswa. Tak tanggung-tanggung, kuliahnya jurusan islamic studies yang banyak membahas filsafat. Tahun kelima saya lulus kuliah dan masih melanjutkan kuliah rangkap saya. Sayangnya, kuliah kedua saya ini tidak selesai dan berhenti di proposal skripsi. Berhenti satu tahun dari bangku sekolah formal, saya mendaftar S2 di UIN Jakarta, meskipun saat itu saya sudah menikah dan harus tinggal terpisah di dua kota dan pulau yang terpisah. Tiga tahun saya menyelesaikan kuliah S2 saya dan saya lulus cumlaude. Sekarang pekerjaan saya menjadi ibu rumah tangga.

Jumat, 24 April 2015

Hari Kartini, Hari Buku, dan Buku-bukuku

Saya mendapat hadiah buku ini dari Sekolah Perempuan
Peringatan Hari Kartini lalu, saya mengikuti kuis dadakan yang diadakan FP Sekolah Perempuan. Kuisnya kira-kira tentang apa makna peringatan Hari Kartini buat saya. Saya menjawab bahwa momen peringatan Hari Kartini adalah untuk meningkatkan diri menjadi ibu yang lebih baik dari sebelumnya karena salah satu perjuangan penting kartini adalah menjadikan perempuan terdidik agar mampu mendidik generasi kedepan. Yang saya lakukan adalah mendidik diri baik melalui pendidikan formal maupun nonformal juga melatih jiwa untuk lebih sabar, dewasa, dan bijak, untuk kemudian saya mendidik anak-anak saya. Sejatinya mendidik anak adalah mendidik diri kita juga. Begitulah jawaban saya kira-kira. Alhamdulillah, saya termasuk satu dari dua komentator yang beruntung mendapatkan buku Parenting with Heart tulisan Ibu Anna Farida.

Sejujurnya sudah lama saya mengincar buku ini dan mungkin karena belum berjodoh jadilah saya belum memilikinya. Tapi rupanya jodoh saya dengan buku itu datang di saat momen peringatan Hari Kartini 2015. Melalui Ibu kartini saya mendapat rizki berupa buku. Setidaknya itulah yang saya rasakan.

Senin, 20 April 2015

Berburu Tiket Kereta

sumber gambar
Puasa saja belum kok sudah mikir mudik? Iya, bagi kami pecinta alat transportasi seribu umat, kereta api, maka harus siap-siap berburu tiket. Seperti tahun sebelumnya, tiket kereta api dibuka secara online sejak 90 hari sebelum hari-H keberangkatan dimulai sejak pukul 00.01 dini hari.

Karena kelas yang kami pilih adalah kelas bawah, kelas ekonomi maksudnya, maka perebutan kursi pun terasa panas. Bahkan untuk hari-7, tiket kelas ekonomi langsung ludes hanya dalam waktu 15 menit saja. Untungnya hari kepulangan kami sebelum hari-7, jadi tidak perlu begadang dan dag-dig-dug berebut tiket pas pemesanan.

Sabtu, 04 April 2015

Hari-hari si Sulung

si mas mengajari adek huruf-huruf abjad
"Seorang anak, tidak wajib menjadi baik atau pintar hanya karena dia sulung. Kelak si sulung benci dengan takdirnya dan si bungsu tidak belajar tanggung jawab dengan cara yang sama. Semua anak wajib menjadi baik dan pintar karena memang itu yang sebaiknya semua manusia lakukan." (Sabtu Bersama Bapak, 104-105)

Hari-hari pertama Farras menjadi kakak telah terlewati, baca di sini. Tak terasa sudah dua bulan baby Fawwaz hadir di tengah-tengah kami. Kehadirannya tentu saja membawa banyak perubahan. Dari saya sendiri, suami, bahkan perubahan bagi Farras. Bagi saya sendiri, kehadiran Fawwaz berarti tambahan tanggung jawab serta tambahan kewajiban mengurus anak. Saya yang dulunya hanya beres setelah memandikan-mengganti baju-menyiapkan makanan-menemani bermain-menyiapkan tidur-melatih ke kamar mandi-dst, satu anak, kini tanggung jawab saya bertambah. Pun begitu bagi suami. Namun semua masih sama. Bedanya, semua pekerjaan dan perhatian yang dulunya hanya untuk satu anak kini harus dilipatkan menjadi dua.

Kamis, 26 Maret 2015

Cerita Selepas Senja

Tawa pertama Fawwaz, 26 Maret 2015, usia 58 hari
Setelah seharian sibuk dengan si bayi yang tidak berhenti merengek dan tidak bisa tidur pulas, ibu terkapar selepas maghrib dan mengaji bersama Farras. Farras belum mau tidur dan memilih bermain. 

Aku tidak sadar berapa lama aku tertidur. Sampai akhirnya aku mendengar cekikikan tawa kedua bocah. Masih terkantuk-kantuk, Farras membangunkanku.

"Ibu, adek awa (tertawa). Liat, adek awa."

Minggu, 22 Maret 2015

Masih Mau Marah Kepada Anak?

sumber gambar di sini
Di sini saya tidak hendak membahas teori atau tips dari buku ini atau buku itu. Ini murni hasil pengamatan saya terhadap lingkungan sekitar tentang kebiasaan orang tua atau orang dewasa membentak atau memarahi anak. Saya katakan kebiasaan karena hampir tiap hari, ya, setiap hari saya kerap kali mendengar teriakan, bentakan, makian, bahkan pukulan fisik yang dilakukan orang tua atau orang dewasa terhadap anak-anak mereka. Kalau sudah begitu, si sulung langsung berkomentar, “Kacian si abang anu ya, kacian adek itu ya, mereka pasti cedih.”

Kalau Anda mau tau dampak buruk (dan saya belum pernah membaca ada dampak baik) dari teriakan, bentakan, makian yang tersampaikan saat marah, Anda bisa baca buku-buku parenting tentang hal ini. Yang ingin saya tuliskan di sini adalah keadaan anak-anak di lingkungan saya yang seperti ‘terbiasa’ dengan perlakuan orang tua mereka yang gemar sekali memarahi mereka.

Sabtu, 21 Maret 2015

Review "Sabtu Bersama Bapak"


‘Ketika orang dewasa mendapatkan atasan yang buruk, mereka akan selalu punya pilihan untuk mencari kerja lain. Atau yang paling buruk, resign dan menganggur. Anak? Ketika mereka mendapatkan orang tua yang pemarah, mereka tidak dapat menggantinya.’

Itulah salah satu tulisan yang berkesan dan membekas kuat dari buku Sabtu bersama Bapak yang ditulis oleh Adhitya Mulya. Buku ini bisa dikategorikan novel tapi isi kontennya lebih banyak mengarah pada buku parenting. Anda jangan membayangkan isi buku yang berisi tentang tips-tips atau teori-teori parenting atau teori psikologi di dalamnya. Karena bentuknya novel, semua pesan-pesan penting seorang bapak kepada anaknya yang berisi nilai-nilai kehidupan dikemas dalam sebuah cerita, di mana pesan-pesan tersebut disimpan dalam bentuk rekaman yang bisa diputar berulang-ulang, bahkan ketika sang bapak sudah tiada.

Dalam cerita tersebut, semua terasa direncanakan. Ya, sang bapak yang sudah didiagnosis kanker menyadari bahwa hidupnya tidak akan lama lagi sementara dua anak laki-lakinya masih kecil. Karenanya dia memilih untuk merekam pesan-pesannya yang berisi nilai-nilai kehidupan dalam bentuk video. Ini menyadarkan saya bahwa tidak selamanya saya bersama anak-anak, bahwa tidak ada yang tau kapan umur akan berakhir, dan saya merasa belum menyiapkan bekal apa-apa untuk kedua anak laki-laki saya.

Senin, 23 Februari 2015

Kedekatan Ayah-Anak

Abah-anak, mirip kan?
Akhirnya kedua ayah-anak itu tertidur pulas di siang ini dengan posisi saling memeluk. Sebagai seorang ibu-istri, saya merasa damai dengan kedekatan mereka dan berharap kedekatan ini akan terjalin selamanya.

Kemarin, Farras (2,5 tahun) sempat protes. Abah sejak pagi hingga Maghrib berada di sekolah karena ada workshop K-13 (padahal beritanya K-13 akan dimoratorium oleh mendikbud yang baru.. hehehe). Setelah pulang, abah hanya sempat mandi, sholat Maghrib, dan makan. Setelah itu abah pergi ngaji rutinan. Farras sempat melarang dan meminta abah di rumah saja. ‘Di cini aja, Abah.’ Begitu pintanya. ‘Besok ya Nak, seharian Farras main sama abah,’ si abah pun membujuk Farras.

Sabtu, 07 Februari 2015

Aku Sudah Merasakan Buah Itu

Mas Farras membuatkan nasi goreng untuk ibu

Seorang teman yang sedang menikmati kehidupannya menjadi ibu muda bercerita tentang hari-hari barunya bersama putri mungilnya. Tentu saja banyak yang berubah dalam hidup yang ia ceritakan sejak memiliki seorang anak. Semua ibu pun akan merasakan hal yang sama, bahwa hidup mereka akan berubah (bahkan banyak berubah) setelah mereka memiliki anak.


Ia menuliskan bahwa kasih sayang orang tua kepada anaknya adalah kasih sayang yang tulus, yang tidak ada duanya di dunia, tidak juga kasih sayang seroang pasangan terhadap kekasihnya. Kasih sayang orang tua kepada anak adalah tanpa pamrih, tanpa mengharap balasan, dan tidak memikirkan apa konsekuensi dari limpahan kasih sayang tersebut. Kalau pun nantinya sang anak berbakti dan berbuat baik kepada orang tuanya, maka itu adalah bonus.

Kamis, 05 Februari 2015

Hari-hari Pertama Menjadi Si Sulung



ekspresi mas Farras

Ahad pagi, tanggal 1 Februari 2015 putra kedua kami lahir. Resmilah Farras menjadi si sulung untuk adiknya, Fawwaz. Banyak orang bilang kalau ada adik baru hadir, maka si kakak akan berulah, entah itu menjadi manja, meminta perhatian lebih, menggoda adiknya, dan ada yang lebih ekstrim, yaitu melukai si adik karena cemburu.

Sebagai orang tua, kami sempat khawatir kalau Farras akan bersikap seperti itu terhadap si adik. Tapi dengan segera kami biang kekhawatiran tersebut dan kami tanamkan dalam hati kami bahwa Farras adalah sulung yang baik, sayang dengan sang adik, dan pastinya kami semua akan bahagia dengan kehadiran si adik.