Kamis, 26 Maret 2015

Cerita Selepas Senja

Tawa pertama Fawwaz, 26 Maret 2015, usia 58 hari
Setelah seharian sibuk dengan si bayi yang tidak berhenti merengek dan tidak bisa tidur pulas, ibu terkapar selepas maghrib dan mengaji bersama Farras. Farras belum mau tidur dan memilih bermain. 

Aku tidak sadar berapa lama aku tertidur. Sampai akhirnya aku mendengar cekikikan tawa kedua bocah. Masih terkantuk-kantuk, Farras membangunkanku.

"Ibu, adek awa (tertawa). Liat, adek awa."

Minggu, 22 Maret 2015

Masih Mau Marah Kepada Anak?

sumber gambar di sini
Di sini saya tidak hendak membahas teori atau tips dari buku ini atau buku itu. Ini murni hasil pengamatan saya terhadap lingkungan sekitar tentang kebiasaan orang tua atau orang dewasa membentak atau memarahi anak. Saya katakan kebiasaan karena hampir tiap hari, ya, setiap hari saya kerap kali mendengar teriakan, bentakan, makian, bahkan pukulan fisik yang dilakukan orang tua atau orang dewasa terhadap anak-anak mereka. Kalau sudah begitu, si sulung langsung berkomentar, “Kacian si abang anu ya, kacian adek itu ya, mereka pasti cedih.”

Kalau Anda mau tau dampak buruk (dan saya belum pernah membaca ada dampak baik) dari teriakan, bentakan, makian yang tersampaikan saat marah, Anda bisa baca buku-buku parenting tentang hal ini. Yang ingin saya tuliskan di sini adalah keadaan anak-anak di lingkungan saya yang seperti ‘terbiasa’ dengan perlakuan orang tua mereka yang gemar sekali memarahi mereka.

Sabtu, 21 Maret 2015

Review "Sabtu Bersama Bapak"


‘Ketika orang dewasa mendapatkan atasan yang buruk, mereka akan selalu punya pilihan untuk mencari kerja lain. Atau yang paling buruk, resign dan menganggur. Anak? Ketika mereka mendapatkan orang tua yang pemarah, mereka tidak dapat menggantinya.’

Itulah salah satu tulisan yang berkesan dan membekas kuat dari buku Sabtu bersama Bapak yang ditulis oleh Adhitya Mulya. Buku ini bisa dikategorikan novel tapi isi kontennya lebih banyak mengarah pada buku parenting. Anda jangan membayangkan isi buku yang berisi tentang tips-tips atau teori-teori parenting atau teori psikologi di dalamnya. Karena bentuknya novel, semua pesan-pesan penting seorang bapak kepada anaknya yang berisi nilai-nilai kehidupan dikemas dalam sebuah cerita, di mana pesan-pesan tersebut disimpan dalam bentuk rekaman yang bisa diputar berulang-ulang, bahkan ketika sang bapak sudah tiada.

Dalam cerita tersebut, semua terasa direncanakan. Ya, sang bapak yang sudah didiagnosis kanker menyadari bahwa hidupnya tidak akan lama lagi sementara dua anak laki-lakinya masih kecil. Karenanya dia memilih untuk merekam pesan-pesannya yang berisi nilai-nilai kehidupan dalam bentuk video. Ini menyadarkan saya bahwa tidak selamanya saya bersama anak-anak, bahwa tidak ada yang tau kapan umur akan berakhir, dan saya merasa belum menyiapkan bekal apa-apa untuk kedua anak laki-laki saya.