
Aku pun menyampaikan undangan tersebut ke suami. Si Mas
antusias dan menyuruh aku hadir. Tapi kemudian permasalahan muncul. Hari ini
mas harus ke sekolah untuk merampungkan materi pengayaan untuk anak SMK.
Otomatis Mas tidak bisa mengantar, padahal aku sama sekali buta tempat-tempat
di Bandar Lampung ini.
Sampai malam Mas berpikir. “Begini saja, besok Mas antar,
tapi habisitu Mas ke sekolah.”
“Sudah, ga usah datang ga apa-apa. Ga usah dipaksa.” Kataku.
“Tapi, siapa yang beres-beres di rumah kalau adek ga ada?”
Kata Mas lagi sambil berpikir betapa kacaunya rumah kalau aku tak ada. Maklum,
karyawan di rumah masih baru, jadi pekerjaan belum bisa ditinggal tanpa arahan
dariku.
“Adek ga datang ga apa-apa Mas. Lain waktu juga bisa kan.”
“Bisa aja, beres-beresnya nanti kalau Mas pulang dari
sekolah.” Lanjut Mas lagi dan terlihat sekali raut muka kecewa karena aku tidak
bisa datang di pelantikan.
“Hmmmmmm.... Adek ga usah datang sayang. Tak usah dipaksa. Toh
yang dilantik juga bukan adek. Mungkin saat-saat ini adek ga bisa aktif di
luar, tapi insyaAllah, kalau waktunya sudah tepat, kalau Farras sudah bisa
diajak kompromi, kalau karyawan sudah bisa ditinggal, kalau mas ada waktu, akan
banyak kesempatan buat adek. lagian acara seperti ini kan sudah sering adek
ikuti pas sebelum nikah dan sebelum Farras lahir dulu.” Kataku.
Itulah kawan, akhirnya aku tidak bisa datang ke acara
tersebut. Mas berangkat ke sekolah. Aku mengerjakan pekerjaan rumah dan
mengarahkan karyawan bekerja. Setelah itu bermain dengan Farras. Seperti biasa.
Dan alhamdulillah, aku menjalaninya dengan enjoy.
Tapi andai kejadian serupa terjadi sebelum nikah dan punya anak,
wuiih, akan lain ceritanya. Bisa dipastikan aku akan memaksakan hadir dengan
segala cara. Bisa saja aku akan pergi ke tempat acara naik taksi (padahal susah
banget cari taksi di sini). Acara beres-beres aku akali terselesaikan cepat dan
dipastikan beres.
Begitulah diriku dulu. Ambisius, aktif, dan terkesan
memaksa. Bukan berarti sekarang tidak ambisius, tidak aktif, dan lebih apa
adanya. Kalau ada sesuatu yang ingin aku capai, aku akan kejar itu sampai
dapat. Aku pernah naik ojek muter-muter Grogol-Tanah Abang-Karet Tengsin untuk
dapat wawancara dengan narasumber majalah. Aku juga pernah naik ojek
Ciputat-BSD untuk menghadiri pelantikan. Aku juga berkali-kali kuliah rangkap (meski
yang lulus suma satu) demi... Aku juga merangkap-rangkap aktif di beberapa
organisasi, lagi-lagi demi...
Dan masih banyak lagi kisah “paksaan” yang aku lakukan
demi... demi apa ya....
Memang semua sudah terjadi. Kalau ingat masa-masa itu, aku
jadi ingin tertawa sendiri. Aku tidak menyesal dengan tiap langkah yang telah
tertapaki. Aku juga yakin semua telah memberi pelajaran dalam hidup.
Kini ceritanya sudah lain. Bukan berarti aku tidak ambisius
lagi. Tapi umur yang semakin bertambah telah memberikan pelajaran lain dalam hidup,
bahwa semua ada waktunya. Kadang kita dihadapkan pilihan-pilihan sekaligus
konsekuensi-konsekuensinya. Dan untuk menempati suatu tempat yang nyaman, mau
tidak mau kita harus memilih salah satu pilihan-pilihan tersebut. Kan kita
tidak bisa duduk di antara dua kursi kalau kita tidak ingin terjatuh. Dan bila
waktu itu telah tiba, semua akan indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar