Selasa, 02 Desember 2014

“Anakmu Bukan Milikmu”

Hati Ibu Seluas Samudera
Itulah pesan yang disampaikan ibu saat saya melahirkan anak pertama saya. Ibu bercerita panjang lebar tentang pengalamannya menjadi ibu dari delapan anak dan juga perasaan terhadap anak-anaknya. Memang dengan nada bercanda, namun saya merasakan ada kepedihan yang luar biasa di balik tawa dan senyumnya. “Anak memang delapan dalam hitungan, tapi yang tinggal di rumah cuma tinggal satu,” begitulah kira-kira.

Abah dan ibu dikaruniai delapan anak, satu anak yang meninggal di usia dua bulan. Saya sendiri adalah anak pertama. Sudah menjadi kebiasaan di keluarga kami, setelah kami lulus MI (madarasah ibtidaiyah), kami dikirim ke pesantren yang tidak jauh dari rumah. Sejauh ini, saya dan kelima adik saya menghabiskan enam tahun kami (saat bersekolah di SMP dan SMA) di pesantren, dan kemudian melanjutkan kuliah di kota yang berbeda. Saya melanjutkan kuliah di Jakarta, adik kedua saya melanjutkan kuliah di Kairo, adik ketiga, keempat, dan kelima melanjutkan kuliah di Yogyakarta. Adik keenam masih sekolah, dan hanya adik bungsu kami yang masih tinggal di rumah karena masih sekolah di MI.