Itulah
pesan yang disampaikan ibu saat saya melahirkan anak pertama saya. Ibu bercerita
panjang lebar tentang pengalamannya menjadi ibu dari delapan anak dan juga
perasaan terhadap anak-anaknya. Memang dengan nada bercanda, namun saya
merasakan ada kepedihan yang luar biasa di balik tawa dan senyumnya. “Anak
memang delapan dalam hitungan, tapi yang tinggal di rumah cuma tinggal satu,” begitulah
kira-kira.
Abah
dan ibu dikaruniai delapan anak, satu anak yang meninggal di usia dua bulan. Saya
sendiri adalah anak pertama. Sudah menjadi kebiasaan di keluarga kami, setelah
kami lulus MI (madarasah ibtidaiyah), kami dikirim ke pesantren yang tidak jauh
dari rumah. Sejauh ini, saya dan kelima adik saya menghabiskan enam tahun kami
(saat bersekolah di SMP dan SMA) di pesantren, dan kemudian melanjutkan kuliah
di kota yang berbeda. Saya melanjutkan kuliah di Jakarta, adik kedua saya melanjutkan
kuliah di Kairo, adik ketiga, keempat, dan kelima melanjutkan kuliah di
Yogyakarta. Adik keenam masih sekolah, dan hanya adik bungsu kami yang masih
tinggal di rumah karena masih sekolah di MI.