Sabtu, 12 Juli 2014

Catatan Menyapih ala WWL



Akhirnya, aku bisa menuliskan pengalaman berharga dan terhitung hasil dari coba-coba yang melelahkan ini. hehehe. 

Karena pernah melakukan kesalahan dengan mengizinkan bidan memberikan susu formula di awal hari-hari Farras dan juga beberapa hari ikut-ikutan sang bidan memberikan susu formula, aku mulai bertekad untuk memberikan ASI eksklusif (meskipun banyak cibiran karena dianggap tega tidak memberikan makanan buat bayi sampai umur 6 bulan), melanjutkan ASI dan MPASI buatan sendiri (ini pun banyak yang menganggap aku kurang kerjaan karena sudah banyak makanan instan untuk bayi), dan menuntaskan ASI sampai dua tahun (lagi-lagi harus menghadapi cemoohan orang-orang ke Farras yang masih ngASI di usia yang mereka anggap sudah besar). 

Karena aku anggap semua proses yang Farras lalui sudah alami, maka untuk menyapihnya pun aku ingin yang alami, WWL (weaning with love), menyapih dengan cinta. Begitulah istilahnya. menyapih dengan teknik ini berfokus pada kesiapan sang anak, jadi sang anak sendiri yang akan memutuskan kapan dia berhenti mengASI, bukan karena paksaan dari ibu, bukan karena trauma kepahitan, karena ketakutan ada warna darah di payudara ibu, atau karena usaha-usaha lain di luar keinginan sang anak. 

Usaha pertama yang aku dan suami lakukan adalah sounding, membisikkan mantra-mantra ajaib ke telinga Farras secara terus menerus dan berulang-ulang. Mantra-mantra itu adalah, 'Farras, nanti kalau udah tiup lilin, Farras udah ga mik ibu lagi ya, Farras udah gede, yang mik itu adik bayi.' Hasilnya, Farras hafal betul kata-kata ini.



Pas ulang tahun keduanya, aku sudah mempersiapkan kue ulang tahun kecil dan ada lilinnya. Farras aku bangunkan dan aku ulangi lagi mantra-mantra itu sebelum dia tiup lilin. Dia hanya menjawab, 'iya, ingkih.' Hasilnya, mulai hari itu, Farras sudah tidak ngASI lagi di siang hari dan hanya minta ASI kalau tidur siang, tidur malam, dan ketika bangun tengah malam.

Itu berlangsung hampir satu bulan setengah lebih. Di hari-hari itu, berbagai upaya aku dan suami lakukan supaya Farras bisa tidur tanpa ngASI, mulai Farras tidur dengan suami, sebelum tidur malam berkeliling-keliling komplek dengan motor, sampai dengan menggosok-gosok punggungnya. Mantra-mantra sakti itu pun tak lepas aku ucapkan tiap hari. Dalam proses itu pun aku masih mendapat komentar-komentar miring dari orang-orang, 'udah gede kok masih dikasih ASI aja, ganti aja pake dot,' atau 'memang susah nyapih kalau udah besar mah, mendingan disapih sejak bayi aja,' atau 'pake brotowali atau minyak kayu putih atau lipstik aja, biar dia kapok dan berhenti menyusu.' Tak jarang pula aku merasa putus asa dengan usaha alami dalam menyapih ini dan hampir saja aku mau mengikuti saran-saran tersebut, apalagi sebentar lagi mau mudik dan bertemu keluarga besar. Pasti mereka yang tidak benar-benar memahamiku dalam memberikan ASI memberikan komentar yang pedas. Tapi aku pikir ulang, bahwa caraku mengasuh Farras bukanlah untuk mendapat pujian orang lain, atau untuk menghindari cemoohan orang lain. Semua aku lakukan untuk kebaikan Farras. Memberikan ASI selama dua tahun adalah pilihan terbaik untuk Farras. Kalau sampai saat ini, di usia 25 bulan Farras masih ngASI itu adalah proses yang memang harus dilalui dalam masa penyapihan. Bukankah cibiran sudah aku terima sejak dulu? Bukankan cibiran itu hal yang biasa di tengah masyarakat yang belum faham betul apa itu manfaat ASI dan masih mengagung-agungkan susu formula?

Akhirnya, jawaban dari doa dan usaha itu terjawab saat bulan puasa tiba. Hari pertema puasa, Farras tidur siang tanpa ASI. Itu terus berlanjut hingga sekarang. Dan sudah hampir seminggu ini Farras tidur malam tanpa minta ASI, tidurnya pun pulas tanpa harus terbangun minta ASI seperti sebelumnya. Kalau ditanya, 'Farras ga mik ibu?' Jawabnya, 'Nggak, adek ayi mik ibu.'

Alhamdulillah, proses penyapihan berlalu dengan indah. Tidak ada rasa sakit, tidak ada tangisan, tidak ada kebohongan, tidak ada trauma, dan jalinan kasih sayang kami pun tidak ada yang berubah. Farras sendiri yang memutuskan untuk berhenti ngASI di usia 25 bulan tiga minggu. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar