Jumat, 16 Mei 2014

Menyikapi Perbedaan

Saya menghormati perbedaan dan saya pun menghormati orang yang berbeda dengan saya. Jangankan berbeda soal hal-hal yang kecil seperti perbedaan pengasuhan, ibu bekerja/ibu di rumah, ASI/susu formula, TV/anti TV, dan sejenisnya, orang yang berbeda mazhab atau bahkan berbeda agama pun saya hormati. Cara saya menghormatinya yaitu membiarkan mereka pada pendapat mereka, tidak memaksa mereka mengikuti cara pandang saya, dan tidak menjelek-jelekkan mereka. Saya baru bereaksi ketika mereka sudah menyinggung, menyalahkan, serta memaksa saya mengikuti cara pandang mereka. Kalau sudah begitu, saya pun akan bereaksi.

Kesannya pasif ya? Lalu apa peran dakwah sebagaimana dianjurkan agama? Sebelum ke sana, saya percaya, semua pandangan pasti didasarkan alasan yang logis. Nah, dalah hal alasan inilah pangkal perbedaan itu terjadi.
Setiap orang tidak merta mengikuti suatu alasan, tetapi ada kata hati yang 'cenderung' pada sesuatu. Dia akan mencari alasan untuk mendukung kecenderungan tersebut. Dia akan memilih alasan mana yang paling tepat atau mendekati kecenderungan tersebut. Saya sendiri sadar akan kecenderungan tersebut dan akan membangun alasan-alasan untuk mendukung kecenderungan tersebut. Saya pun sadar, tidak semua manusia di bumi ini mempunyai kecenderungan yang sama persis dengan kecenderungan saya karena perbedaan adalah suatu hal yang alami terjadi. 

Lanjut ke masalah dakwah. Dakwah dan saling mengingatkan kepada kebaikan adalah anjuran agama. Karena itu, sedapat mungkin saya menuliskan gagasan saya, menegur kesalahan, dan tidak jarang pula di sini terjadi perdebatan. Kalau sudah terjadi perdebatan, saya akan melihat-lihat dulu, apakah orang yang mengajak berbedat ini serius atau tidak. Maksudnya, orang ini serius berdebat berdasarkan dalil atau alasan-alasan yang logis atau tidak. Kalau iya saya akan lanjutkan sampai pada satu titik temu dan tidak jarang pula berujung pada dua titik temu yang berbeda. Kalau sudah begini, saya akan berhenti dan menghormati pilihannya. Tapi kalau menghadapi orang yang tidak logis dalam berdebat, (ada beberapa kesalahan logis dalam berlogika), maka saya memilih untuk tidak melanjutkan perdebatan.

Saya pun akan memilih-milih untuk merespon perbedaan. Kalau perbedaan itu tidak esensial menurut saya, seperti perbedaan partai, maka saya akan memilih diam. Toh saya bukan orang partai dan tidak berkepentingan atas partai apapun. Yang penting bagi saya, ketika saya memilih, saya akan memilih orang yang saya anggap tepat. Toh juga, tidak semua perbedaan perlu direspon kan? Nah, kalau perbedaan itu menyerempet langsung atau tidak langsung dengan saya, dan saya merasa perlu untuk menyampaikan pendapat saya, maka saya akan meresponnya, respon secara wajar, sekali lagi, respon secara wajar tanpa harus memaksakan pendapat saya diterima atau diikuti orang lain.

Nah, ceritanya, beberapa hari lalu saya memasang status tentang proses menyapih ala WWL yang saya lakukan saat ini. Ada seorang teman yang bertanya, mengapa saya tidak memberikan susu formula kepada Farras. Saya jelaskan kalau saya mencoba sedapat mungkin menerapkan pola asuh alami pada Farras (tapi kadang-kadang masih tergoda pada hal-hal instan juga sih). Saya memberikan ASI eksklusif 6 bulan tanpa makanan tambahan, melanjutkan ASI sampai dua tahun, memberikan MP-ASI buatan saya (tidak makanan-makanan instan ala supermarket), dan tidak memberikan susu formula. Maka, saya ingin melakukan penyapihan pun secara alami, yaitu teknik WWL (weaning with love). Eh, kok ada yang berkomentar, kenapa Farras tidak dikasih susu sama sekali? Lalu minumnya apa? Susu kan banyak manfaatnya, susu kan banyak yang bagus dan bermanfaat bagi fisik dan mental anak, dan susu kan pelengkap empat sehat lima sempurna (ini kan konsep jadul). hahahha.

Komentar tersebut menyinggung saya lho. Saya merasa (mungkin hanya perasaan saya saja) orang tersebut menyebut saya bodoh karena saya dianggap tidak mengetahui manfaat susu seperti yang dikatakan iklan-iklan. Semua orang kan tau, iklan-iklan susu formula sangat getol mengkampanyekan manfaat susu secara berlebihan, yang susu bisa bikin pinter lah, susu bisa bikin anak jadi pemimpin lah, susu bisa bikin anak mandiri lah, bahkan ada iklan yang menggambarkan susu bisa membuat anak memasang kancing baju snediri. Hahaha. Tapi semua itu kan iklan. Iklan rokok yang terang-terang menyebut bahwa rokok bisa membunuh saja ditampilan dengan bintang iklan yang gagah kok, maka jangan kaget kalau iklan susu formula pun bisa berlebihan dalam menggambarkan manfaat susu formula.

Karena saya mencoba (sekali lagi mencoba dan berusaha) menerapkan pola asuh alami pada Farras, maka saya pun mencoba konsisten untuk tidak memberikan susu formula pada Farras selepas penyapihan nanti. Saya bukannya tidak tau iklan-iklan itu, tapi saya pun mencari alternatif lain yang alami selain susu. Saya sudah baca berkali-kali artikel-artikel yang mendukung kecenderungan dan pilihan saya ini, bu. Jadi saya tidak asal nih dalam memilih. Terus saya pun berharap tidak ada siapapun yang memaksa saya untuk memberikan susu formula pada Farras. Kalau anda mau memberikan susu formula, vitamin tambahan, atau apapun dan menyatakan itu sudah terbukti dengan kepintaran dan kegagahan tubuh anak anda, ya silahkan saja. Tapi jangan mengasihani saya dan anak saya karena pilihan yang berbeda (nggak enak lho menjadi orang yang dikasihani itu).

Jadi, mari kita saling menghormati perbedaan, merayakannya, dan tanpa mencelanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar