Kamis, 15 Mei 2014

Nek Wes Ngono Lho, Trus Njur Lapo?

Artinya, kalau sudah begitu lho, terus kenapa? Pertanyaan itu adalah untuk menjawab alasan dari segala sesuatu. Saya biasa memakai pertanyaan itu ketika saya hendak memilih sesuatu, melakukan sesuatu, atau bahkan menilai sesuatu. Ketika jawaban dari pertanyaan tersebut esensial, maka saya akan dengan keyakinan kuat melakukannya. Sebaliknya, bila jawaban dari pertanyaan tersebut hanya bersifat luaran, berarti saya menyimpulkan hal tersebut tidak penting.

Suatu hari, seorang kerabat bercerita kalau dia hendak membeli motr gede. Saya dan suami menyerankan untuk memikirkan ulang keinginannya, karena dia masih lajang dan hendak menikah. Lebih baik dia utamakan dulu persiapan rumah tangganya. Rupanya, masukan kami tidak didengar, dan jadilah motor gede dibeli. Saya dan suami kecewa tentunya, tapi tidak bisa berbuat apa-apa selain melihat. Saya nyletuk ke suami, 'emang kalau sudah punya motor gede lho terus lapo?' 'ya, gaya lah, dipandang orang, dan disungkani,' begitu kata suami. 'Nek sudah disungkani orang lho trus lapo? Bisa kenyang gitu? Bisa punya sumah gitu?' Jawab saya. 'hahaha... iya kali,' kata suami saya.


Di lain cerita, ada seorang kerabat lain bercerita kalau dia habis membeli kasur seharga 20 juta. Dalam hati saya berkata, 'Nek sudah mempunyai kasur 20 juta lho trus lapo? Kalau tidur sama-sama merem kan dengan yang lain?' Dengan begitu saya jadi tidak kaget apalagi iri dengan di 20 juta itu.

Untuk pribadi saya sendiri, saya sering menggunakan jurus itu ketika hendak memutuskan sesuatu. Ketika kami hendak membeli rumah, saya tata niat ini dulu. 'Nek sudah punya rumah lho terus lapo?' Kalau jawabannya bangga, bisa dipamerkan ke orang karena di usia muda sudah punya rumah, berarti kepemilikan rumah tidak wajib. Saya niat membeli rumah untuk hidup, beribadah, dan membangun keluarga yang tenang. Karena dengan memiliki rumah, saya bisa tenang membesarkan anak-anak, tenang karena ada tempat untuk pulang, dan tenang untuk beribadah.

Ketika dalam hati saya ingin sekali memiliki perhiasan emas seperti orang-orang, jurus andalan saya pun keluar, 'Nek sudah pake emas lho lapo? Bisa kenyang gitu? Bisa bahagia gitu? Biar disungkani? Atau biar dipandang sebagai perantauan yang sukses?' Bahagia mungkin iya, tapi rentang waktunya tidak akan bertahan lama. Kalau kenyang, tentu saja tidak. Disungkani, 'Emangnya kalau sudah disungkani lho trus lapo? Emangnya kalau sudah dipandang sebagai perantauan sukses lho trus lapo?' Begitu seterusnya.

Ini hanya refleksi diri saya. Namanya manusia, tentu saja banyak keinginannya. Tapi pintar-pintar kita untuk menilai mana yang penting mana yang tidak penting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar