Sabtu, 07 Februari 2015

Aku Sudah Merasakan Buah Itu

Mas Farras membuatkan nasi goreng untuk ibu

Seorang teman yang sedang menikmati kehidupannya menjadi ibu muda bercerita tentang hari-hari barunya bersama putri mungilnya. Tentu saja banyak yang berubah dalam hidup yang ia ceritakan sejak memiliki seorang anak. Semua ibu pun akan merasakan hal yang sama, bahwa hidup mereka akan berubah (bahkan banyak berubah) setelah mereka memiliki anak.


Ia menuliskan bahwa kasih sayang orang tua kepada anaknya adalah kasih sayang yang tulus, yang tidak ada duanya di dunia, tidak juga kasih sayang seroang pasangan terhadap kekasihnya. Kasih sayang orang tua kepada anak adalah tanpa pamrih, tanpa mengharap balasan, dan tidak memikirkan apa konsekuensi dari limpahan kasih sayang tersebut. Kalau pun nantinya sang anak berbakti dan berbuat baik kepada orang tuanya, maka itu adalah bonus.

Dan aku ingin bercerita tentang bonus itu, bonus yang sudah aku dapatkan dari anak yang masih belia. Aku tidak harus menunggu sekian tahun untuk merasakan balasan kasih sayangnya karena aku sudah merasakannya sekarang, setiap hari, setiap jam, setiap saat.

Farras-ku memang ekspresif. Dia tidak akan menyembunyikan perasaan halusnya dan terbiasa untuk mengungkapkannya secara langsung. Jangan sekali-kali membuatku sedih, karena dia akan mengetahui perubahan emosiku hanya dengan memandangku. “Ibu, napa angis?” Biasanya itu yang akan dia tanyakan. Taukah saudara-saudara bagaimana perasaanku mendapat perhatian begitu besar dari si kecil? Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Dengan perut yang semakin membesar, aku seringkali merasa cepat lelah ketika bekerja. Maka seketika itu akan datang sapaan yang menyejukkan dengan segelas air yang disodorkan, “Eyut sakit ya bu, mimik ain (air) ya. Adek, peyan-peyan genaknya.”

Kalau sedikit saja aku berteriak, entah itu karena ada sesuatu yang jatuh, terpeleset, atau sedikit kesakitan, dengan segera dia berlari dan bertanya, “ada apa ibu?” sampai si abah sangat hafal dengan kebiasaan Farras.

Ucapan ‘terima kasih,’ ‘maaf,’ ‘tolong,’ ‘ibu ayang,’ kerap kali terdengar darinya. Ciuman tiba-tiba, pelukan, atau sekedar usapan ke wajah saat mata terkantuk-kantuk membuatku seperti makhluk yang paling dicinta di dunia. Tak ada harga yang bisa membayar perasaan bahagia ini dan aku merasa semua pengorabananku terbayar lunas dan kontan.

Belum lagi sikap nurut, mudah dikasih tahu, gampang diajarin, nyaris tidak rewel, tidak pernah tantrum di depan umum, semua membuatku merasakan buah yang manis. Memang semua masih awal, Farras masih 2 tahun 8 bulan, perjalanannya sebagai anak dan tentunya sebagai manusia masih sangat panjang (insya Allah). Tentunya akan ada banyak cobaan, rintangan, serta tantangan bagi kami, orang tuanya. Tapi, biarkanlah kami, di kesempatan ini mengucapkan dan marasakan rasa syukur yang tak terhingga atas anugerah putra yang cemerlang ini. Semoga rasa syukur ini tidak membuat kami kufur, berbangga diri atas kemampuan yang membuat kami lupa atas segala campur tangan-Nya.



Puri Tirtayasa, 31 Januari 2015

1 komentar: