seorang sahabat menelponku pagi ini.
”eh, aku jadi bingung dengan antum mbak zuh. dulu antum
yang bilang kalau takdir itu memilih. tapi tulisan antum yang berjudul ”takdir”
membuatku tidak semangat. padahal setelah aku tau bahwa takdir itu memilih, aku
semangat dalam hidup. atau memang ada tulisan lanjutannya?”
memang, bagiku takdir adalah memilih. artinya, apa yang
menjadi nasib kita, kitalah yang tentukan [dengan pengecualian beberapa hal,
seperti kita dilahirkan dari keluarga tertentu]. ketika kita sukses, itu karena
kitalah yang memilih kesuksesan kita. pun, ketika kita sedih. itu karena kita
mengizinkan diri ini untuk sedih.
aku teringat dengan kisah sahabat umar bin khattab.
ketika di syam terjadi wabah, umar membatalkan kunjungannya. maka seorang
sahabat pun bertanya,
”apakah anda lari dan menghindar dari takdir Allah?”
”aku lari dan menghindar dari satu takdir Allah dan
menuju pada takdir Allah yang lain.”
kisah yang hampir sama juga terberitakan dari sahabat ali
bin abi thalib. ketika beliau sedang duduk bersandar di suatu tembok yang
ternyata rapuh, beliau berpindah ke tempat lain. beberapa orang di sekitarnya
bertanya seperti pertanyaan yang tertuju pada sahabat umar di atas. dan jawaban
ali bin abi thalib pun sama dengan jawaban umar. rubuhnya tembok, berjangkitnya
penyakit, dan lain-lain adalah berdasarkan hukum-hukum Allah, dan bila seseorang
tidak menghindar ia akan menerima akibatnya. akibat yang menimpanya itu juga
adalah takdir, tetapi bila ia menghindar dan luput dari bahaya, maka itupun
takdir.
aku sendiri memaknai takdir adalah puncak usaha manusia.
artinya, ketika seseorang untuk berhenti berusaha [baik itu karena
keterbatasannya, maupun karena kondisi yang memaksa], di situlah ia menentukan
takdirnya.
namun bukan berarti semua yang terjadi itu di luar kuasa
dan pengetahuan Allah. naudzubillah dari pendapat yang demikian. justru semua
itu berada di lingkup kuasa dan pengetahuan-Nya. ibarat suatu pertandingan,
Allah yang mempunyai hajat pertandingan tersebut. sedangkan manusia adalah para
pemain-pemain pertandingan yang ddiberi kemampuan bertanding oleh Sang Empunya
hajat. Allah memberi modal dan bekal berupa pengetahuan, akal, indera, dan lain
sebagainya kepada manusia untuk menentukan nasibnya. mau selamat atau celaka,
itu semua terserah pada pilihan sang manusia.
tidak itu saja, Allah juga dengan kemurahan dan kasih
sayang-Nya memberikan petunjuk-Nya yang bisa saja diperoleh manusia bila
manusia membuka mata hatinya. semua dalam lingkup kuasa Allah. itulah intinya.
tentunya kuasa Allah itu tidak berlawanan dengan keadailan-Nya. kalaupun secara
zahir terlihat tidak adail, itu hanya kerena pengetahuan manusia yang serba
terbatas dalam melihat segala sesuatu.
dan tentang tulisanku sebelumnya, ingin aku sampaikan
pesan bahwa kuasa Allah di atas segala-galanya. ini merupakan pesan, terutama
untuk diriku sendiri, bahwa manusia, bagaimanapun canggih dan hebatnya, ia
tidak ada apa-apanya di banding kuasa Allah yang Maha dari segala maha. manusia
tidak patut sombong dan congkak dengan kemampuan dan apa yang dimilikinya.
bagaimana manusia bisa sombong, bila ia sadar dan ingat bahwa ia tiada apa-apa ketika dilahirkan.
adapun pendapatku tentang ”takdir itu memilih” lebih
untuk menyambut hidup dengan optimis. bahwa hidup tidak akan berubah bila kita,
manusia tidak menginginkannya.
ciputat, 29 ogos 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar