Sabtu, 04 April 2015

Hari-hari si Sulung

si mas mengajari adek huruf-huruf abjad
"Seorang anak, tidak wajib menjadi baik atau pintar hanya karena dia sulung. Kelak si sulung benci dengan takdirnya dan si bungsu tidak belajar tanggung jawab dengan cara yang sama. Semua anak wajib menjadi baik dan pintar karena memang itu yang sebaiknya semua manusia lakukan." (Sabtu Bersama Bapak, 104-105)

Hari-hari pertama Farras menjadi kakak telah terlewati, baca di sini. Tak terasa sudah dua bulan baby Fawwaz hadir di tengah-tengah kami. Kehadirannya tentu saja membawa banyak perubahan. Dari saya sendiri, suami, bahkan perubahan bagi Farras. Bagi saya sendiri, kehadiran Fawwaz berarti tambahan tanggung jawab serta tambahan kewajiban mengurus anak. Saya yang dulunya hanya beres setelah memandikan-mengganti baju-menyiapkan makanan-menemani bermain-menyiapkan tidur-melatih ke kamar mandi-dst, satu anak, kini tanggung jawab saya bertambah. Pun begitu bagi suami. Namun semua masih sama. Bedanya, semua pekerjaan dan perhatian yang dulunya hanya untuk satu anak kini harus dilipatkan menjadi dua.


Berbeda dengan Farras. Kehadiran adiknya telah merubah statusnya dari anak tunggal menjadi anak sulung. Banyak yang bertanya, apakah Farras tidak mengganggu adiknya, atau bagaimana sikap Farras pada adiknya, apa ada rasa iri atau terlihat tersisih.


Pertanyaan-pertanyaan itu pulalah yang dulu sempat membuat saya dan suami khawatir, terutama tentang rasa iri sang sulung pada adiknya. Tapi alhamdulillah, sejauh ini semua berjalan baik-baik saja. Farras tidak sekalipun mengganggu atau menyakiti adiknya. Tapi kalau sedang gemes, terkadang dia lupa kalau adiknya masih bayi. Di saat seperti itu dia kerap memegang tangan atau kaki adiknya kuat-kuat. Kalau rasa iri atau perubahan perilaku dan emosi Farras, sejauh pengamatan saya, tidak ada yang berubah. Ia tetap ceria. Bahkan menurut saya, dia lebih bahagia karena merasa ada teman di rumah. 


Sering saya melihat Farras mengajak adiknya bicara dan kerap kali disambut senyuman sang adik. Atau dia akan membawakan mainan dan diletakkanlah mainan itu di tangan sang adik untuk bermain bersama. Atau dibawakannya sang adik sebuah buku dan mulailah dia bercerita atau sekedar mengajari sang adik huruf-huruf abjad dan hijaiyah. 


Soal perhatian, kami memang berusaha tidak merubah perhatian kami. Kalau ingin mencium sang adek, si mas juga dicium. Ketika si mas minta sesuatu, sedapat mungkin saya penuhi seperti dulu ketika belum ada sang adek. Misalnya si mas minta ditemani bermain di luar, saya usahakan untuk memenuhinya sambil momong si adek. Ketika menemani si mas bermain itu, saya berusaha melibatkan sang adek. Saya pura-pura jadi adek dan bicara dengan si mas. Kami selalu berusaha untuk tidak 'meminggirkan' si mas dengan kehadiran si adek. Kalaupun ada hal-hal yang memaksa untuk membuat dia mengalah, misal ketika si adek nangis kejer, sementara dia minta sesuatu, saya minta izinnya dulu untuk menunda memenuhi permintaannya.


Satu lagi yang kami tekadkan, kami berusaha tidak membebani si mas karena dia sulung. Seperti kutipan di atas, semua anak wajib menjadi baik, tidak peduli dia sulung atau bungsu. Semua anak wajib bertanggung jawab, saling mengasihi, tidak rakus, tidak lemah, dan lainnya, tanpa peduli dia sulung atau bungsu. Karenanya tidak ada istilah 'yang tua ngalah' atau 'yang bungsu manja' dalam pendidikan kami. Semua harus bertanggung jawab sesuai usianya tentunya. Dengan begitu kami berharap tidak ada saling iri atau dengki di antara mereka. 


Perjalanan kami masih panjang tentunya. Kami akan terus belajar bersama. Dan dari rumah inilah kami tumbuh bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar